Friday 25 March 2011

Rasulullah... Ajari Kami Bershalawat Padamu (II)


Tentang keluarga Nabi Muhammad, ada beberapa versi pendapat dari para ulama. Kesimpulannya adalah sebagai berikut:
1. Golongan yang tak berhak (haram) menerima zakat (keharaman ini merupakan pengistimewaan bagi mereka, sebab zakat merupakan cara pembersihan harta dari kotoran. Sedangkan mereka adalah keturunan mulia, yang nasabnya berhubungan dengan Rasulullah). Mereka adalah:
a. Bani Hasyim dan Bani al Mutthalib (menurut pendapat Imam asy Syafi’i dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad).
b. Bani Hasyim saja (menurut pendapat Imam Abu Hanifah, riwayat dari Imam Ahmad yang lain, dan Imam Ibnul Qasim (murid Imam Malik).
c. Bani Hasyim dan jalur keturunan Rasulullah di atasnya hingga kakek ke-9 beliau; Sayyiduna Ghalib. Sehingga menurut pendapat ini, Bani al Mutthalib, Bani Umayyah, Bani Naufal, dan keluarga di atas mereka hingga Bani Ghalib, termasuk dalam golongan ini (ini adalah pendapat Imam Asyhab, salah satu murid dari Imam Malik).

2. Menurut Imam Ibnu Abdil Barr, keluarga Rasulullah adalah para keturunan dan istri-istri beliau saja.

3. Seluruh pengikut Rasulullah, mulai generasi awal hingga kelak tibanya hari Kiamat. Pendapat ini dipilih oleh sebagian murid Imam Syafi’i, dan dikuatkan oleh Imam an Nawawi.

4. Mereka adalah umat Rasulullah yang bertakwa. Pendapat ini dikemukakan oleh al Qadhi Husain dan Imam ar Raghib, yang dinukil dari sekelompok ulama’.
Membaca shalawat bagi keluarga Nabi merupakan kesunnahan yang patut kita lakukan, sedangkan meninggalkannya dihukumi makruh. Rupanya, Imam asy Syafi’I begitu perhatian akan titik ini, dan perhatian itu dituangkannya lewat syair nasihat untuk kita:

يَا ألَ بَيْتِ رَسُوْلِ اللهِ حُـبُّكُمْ * فَرْضٌ مِنَ اللهِ فِي الْقُرْأنِ أَنْزَلَهْ
يَكْفِيْكُمْ مِنْ عَظِيْمِ الْقَدْرِ أَنَّكُمْ * مَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْكُمْ لاَ صَلاَةَ لَهْ
Duhai keluarga Rasulullah, kecintaan pada kalian adalah suatu kewajiabn yang telah diturunkan Alloh dalam al Qur’an.

Cukuplah menjadi bukti akan agungnya kedudukan kalian, bahwa orang yang tak bershalawat untuk kalian, maka baginya pun tiada balasan shalawat dari Tuhan.

( إِبْرَاهِيْمَ ) : Mengapa dalam shalawat yang kita baca setiap kali sholat ini tersebut pula nama Nabi Ibrahim? Ada pelajaran berharga yang ingin disampaikan oleh Rasulullah kepada kita lewat shalawat ini. Ya, selain bertujuan mengagungkan Nabiyullah Ibrahim, nama beliau disebut pula agar kita mengingat jasa beliau. Karena lebih dari ribuan tahun yang lalu, beliau dengan khusyuknya memohon kepada Alloh, mendo’akan kita. Do’a ini terekam indah dalam selarik ayat al Qur’an:

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ
“Ya Tuhan kami, berilah ampunan untukku, kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab.” (Q.S. Ibrahim/14; 41)
Pun, beliau jua pernah berdo’a agar kelak dari keturunan putra beliau, Nabiyullah Isma’il, muncul seorang Nabi. Dan Nabi itulah yang telah menyelamatkan kita semua; Rasulullah Muhammad shallallohu ‘alayhi wa sallam. Dalam al Qur’an, do’a itu terabadikan dalam Q.S. al Baqarah/2; 129:

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلاً مِنْهُمْ يَتْلُوْ عَلَيْهِمْ أيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al-Hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

Maka tak heran bila Rasulullah pernah mengatakan bahwa beliau merupakan berkah dari do’a Nabi Ibrahim. Dan beliau mengajarkan kita agar bermukafa’ah, membalas budi baik Nabi Ibrahim yang telah mendo’akan kita semua, serta perhatian akan kehidupan beragama kita.
Penyebutan nama Nabi Ibrahim ini juga merupakan pengkabulan do’a sang Khalilullah. Beliau pernah berdo’a: waj’al lii lisaana shidqin fil aakhiriin... dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang kemudian... (Q.S. asy Syu’araa’/26; 84). Maka lisan-lisan kita pun menyebut nama Nabi Ibrahim dengan penuh pengagungan, tiap hari, di dalam ketenangan shalat.

( ألِ إِبْرَاهِيْمَ ) : Selain kepada Nabi Ibrahim, kita juga mengikutsertakan keluarga beliau dalam shalawat ini. Namun yang dimaksud dengan keluarga beliau adalah keturunan beliau dari Nabi Ismaa’il dan Nabi Ishaaq, yang menganut agama Alloh yang benar, mereka yang bertaqwa. Karenanya yang masuk dalam kalangan ini adalah para Nabi, shiddiqiin, syuhadaa’, dan orang-orang shalih dari keturunan beliau, bukan yang lain.

( بَارِكْ ) : Berkah berarti berkembang dan bertambahnya kebaikan, atau pembersihan dari cela. Hingga bila kita mengucap baarik ‘alaa Muhammad, itu memiliki makna: berilah beliau kebaikan yang purna, kekalkan buah tutur baik bagi beliau dan langgengkan syari’at beliau, jadikan pengikut beliau semakin bertambah, berilah beliau hak syafa’at agar dapat membela kami, kelak di hari kiamat, dan tempatkan beliau di surga yang penuh dengan keridhoan.
Sedangkan arti wa baarik ‘alaa aalihi, adalah: berilah mereka kebaikan yang pantas bagi mereka, dan kekalkan kebaikan tersebut.

( إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ) : Sebagaimana dalam mengawali do’a, dalam menutupnya kita juga disunnahkan menyebut nama Alloh. Dan ketika shalawat kepada Nabi merupakan pujian, pengagungan Alloh kepada Nabi terkasih, peluhuran nama beliau, juga penambahan cinta dan kedekatan di sisi Alloh, maka shalawat pun mengandung pujian (al hamd) dan pengagungan (al majd). Seakan-akan ketika bershalawat, kita meminta kepada Alloh Ta’ala agar menambahkan pujian dan pengagungan kepada Nabi Muhammad shallallohu ‘alayhi wa sallam. Karena shalawat merupakan bagian dari puja-puji dan pengagungan kepada Rasulullah, maka dalam permintaan kita ini, disebutlah dua nama Alloh yang sesuai dengan permintaan tersebut. Dua nama itu adalah al Hamiid (Yang Maha terpuji) dan al Majiid (Yang Maha agung).
Alloh pun telah menganjurkan kita untuk memohon dengan menggunakan nama-nama-Nya, wa lillaahil asmaa’ul husnaa fad’uhu bihaa, Hanya milik Allah asmaa’ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa’ul husna itu...

Shalawat Teragung
Para ulama’ dari zaman ke zaman, tak pernah bosan mengabdi kepada Nabi. Berbagai cara dan inovasi dilakukan. Diantara mereka ada yang menyibukkan diri menggubah syair sanjungan dan pujian kepada Rasulullah, membukukan serta mengulas hadits-hadits beliau, mengumpulkan syama’il, indahnya peringai Rasulullah dalam lembar-lembar kitab, dan ada pula yang menekuni membaca, menguraikan, dan menulis buku tentang shalawat.
Salah satu shalawat yang mendapat perhatian khusus dari para ulama’ adalah Shalawat Ibrahimiyyah. Tak mengherankan memang, karena shalawat inilah yang setiap hari dibaca oleh segenap kaum muslim di seluruh penjuru dunia. Pun, lafadznya memang ma’tsur, diriwayatkan langsung dari Nabi oleh para imam ahli hadits, serta muttafaq ‘alaih. Ulama’ pun menyepakati bahwa shalawat inilah yang paling utama di antara redaksi-redaksi shalawat lain (yang tentunya punya keutamaan masing-masing).
Dan setelah meneliti dengan ringkas lafadz-lafadz dalam shalawat ini, perlu kiranya kita mengetahui beberapa keutamaan dan faidah di balik Shalawat Ibrahimiyyah. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah bersabda:

مَنْ قَالَ هٰذِهِ الصَّلاَةَ شَهِدْتُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالشَّهَادَةِ وَشَفَعْتُ لَهُ.
“Barang siapa mengucapkan shalawat ini (Ibrahimiyyah), maka kelak di hari kiamat aku akan menyaksikannya sebagai seorang syahid, pun aku akan mensyafa’atinya.” (H.R. al Bukhari).

Sebagian ulama’ mengatakan bahwa jika shalawat ini dibaca sebanyak seribu kali, sang pembaca insya Alloh akan dapat bertemu Nabi dalam mimpi.
Ah, Rasulullah... alangkah indahnya hidup ini, andai dapat kutatap wajahmu. Kan pasti menetes air mataku, karena pancaran ketenanganmu... Alangkah indahnya hidup ini, andai dapat kukecup tanganmu. Semoga mengalir keberkahan dalam hidupku, untuk meniti jejak langkahmu... Rasulullah... Ajari kami bershalawat padamu... Wallohu a’lam bis shawaab.

Hadiah untuk seseorang yang kita cinta, kita rindukan untuk bertemu dengannya, dan kita harapkan tuk mengikuti sunnahnya.
جَزَى اللهُ عَنَّا سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ مَا هُوَ أَهْلُهُ

Referensi: Ad Durrul Mandhuud (karya Imam Ibnu Hajar al Haitami), Sa’adatud Daarain dan Afdhalus Shalawat (karya Syaikh Yusuf bin Isma’il an Nabhani), Al Madhun Nabawi (karya Abuya as Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al Maliki), Kaifa Tushalli (karya Abinaa K.H. M. Ihya’ Ulumiddin)

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts