Friday 25 March 2011

Penentu Nilai Pahala

Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda;

اْلأَجْرُ عَلَى قَدْرِ النَّصَبِ

“Pahala sesuai dengan kadar kepayahan:” HR Bukhari Muslim.
Keadilan Allah menentukan bahwa sedikit dan banyaknya pahala yang diberikan kepada orang beramal adalah tergantung kepayahan yang dialami. Ibaratnya orang bekerja, maka upah yang diterima adalah sesuai dengan keringat yang dicucurkan. Berangkat dari prinsip ini para ulama mencetuskan sebuah kaidah, “Apa yang banyak aktivitasnya maka banyak pula keutamaannya”. Setelah menyelesaikan Umrah, Aisyah ra mendapat pengarahan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
أَجْرُكِ عَلَى قَدْرِ نَفَقَتِكِ أَوْ نَصَبِكِ

“Pahalamu sesuai dengan kadarn biayamu atau kepayahanmu ”
Dalam riwayat lain dengan bahasa yang artinya, “Sesungguhnya bagimu pahala setara dengan kadar kepayahan dan belanjamu”. Dalam riwayat Imam Ahmad dari Sufyan Ats Tsauri berbunyi yang artinya, “Pahala hanya tergantung pada kadar kesabaran” kendati demikian seperti halnya orang bekerja, terkadang upah yang diterima jauh lebih tinggi dan tak sebanding dengan ringannya pekerjaan yang dilakukan. Anugerah Allah juga demikian halnya, dalam kondisi tertentu Dia memberi pahala jauh lebih banyak dibanding dengan sedikitnya amal yang dikerjakan.

Imam Nawawi berkata: “ Zhahir hadits di atas menunjukkan bahwa pahala dan anugerah yang didapat dari ladang Ibadah setara dengan kadar biaya dan kepayahan yang dikeluarkan” al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Memang kenyataan demikian, hanya saja terkadang ada Ibadah yang mendapat nilai tinggi dari Allah disebabkan oleh masa saat ibadah itu dilakukan seperti shalat malam pada Lailatul Qadar atau juga disebabkan oleh tempat di mana ibadah itu dilaksanakan seperti halnya shalat dua rakaat di Masjidil Haram...” Para ulama fiqih menyebutkan bahwa ada banyak masalah yang dikecualikan dari dari kaidah di atas, antara lain;

1. Shalat Qoshor lebih utama daripada shalat lengkap (Itmaam) dalam tiga hari pertama
2. Shalat Dhuha lebih utama dilakukan delapan rakaat meski yang paling banyak adalah 12 rakaat
3. Witir lebih utama dilakukan tiga rakaat daripada lebih dari itu
4. Shalat Subuh meski hanya dua rakaat tetapi lebih utama daripada shalat fardhu yang lain
5. Satu rakaat witir lebih utama daripada dua rakaat shalat fajar atau bahkan lebih utama daripada shalat tahajjud yang jumlah rakaatnya lebih banyak
6. Shalat Id lebih utama daipada shalat gerhana kendati shalat gerhana lebih panjang
7. Shalat Sunnah Fajar lebih utama dilakukan dengan singkat daripada dilakukan dengan panjang
8. Memabaca satu surat pendek yang sempurna dalam shalat lebih utama daripada membaca surat panjang tetapi tidak sempurna
9. Mengumpulkan berkumur (Madhmadhah) dan menghisap air dengan hidup (Istinsyaaq) dengan tiga kali cidukan air lebih utama daripada memisahnya sehingga menjadi enam kali cidukan air
10. Haji dan Wuquf dengan menaiki kendaraan lebih utama daripada dengan berjalan kaki

Sementara itu Sayyid Ahmad Zarruq berkata: “ Kaidah, “Pahala sesuai dengan kadar Ittiba’ (mengikuti Rasul shallallahu alaihi wasallam), bukan sesuai kadar kepayahan (Masyaqqot)”. Ini karena Iman, Makrifah, Dzikir dan Tilawah melebihi ibadah yang lebih berat yang dilakukan oleh tubuh. Adapun sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Pahalamu sesuai kadar kepayahanmu” maka ini tak lebih hanya kabar khusus untuk orang khusus, jadi tidak bisa diartikan umum. Apalagi Nabi shallallahu alaihi wasallam jika disuruh memilih antara dua hal maka pasti yang paling mudah yang menjadi pilihan Beliau, ini dalam kapasitas Beliau selaku manusia yang paling mengerti dan paling takut kepada Allah” .

Syekh Ahmad bin Hajar dalam at Tuhfah menyatakan bahwa hal itu (perkecualian dan ucapan Sayyid Zarruq) sama sekali tidak bertentangan dengan Kaidah dalam hadits di atas, sebab meski hal - hal perkecualian tersebut tidak mendapat keutamaan dari ketiadaan masyaqqoh maka sungguh hal perkecualian itu mendapat anugerah dari sisi lain yang bersamaan dengannya yaitu Ittiba’ dimana pahala dari sisi ini jauh melebihi pahala banyak amal dan melebih pahala kepayahan amal (Masyaqqoh).

Wallahu A'lam...

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts