Friday 25 March 2011

Rasulullah... Ajari Kami Bershalawat Padamu (I)


Rasulullah…
Ajari Kami Bershalawat Padamu


Hari itu, hati para sahabat Rasulullah begitu cerah, mungkin secerah langit biru Madinah. Ya, mereka serempak mengucap tahni’ah, memberikan kata selamat pada Rasulullah. Karena sebelumnya, selarik ayat agung telah turun, mengkabarkan bahwa Alloh dan seluruh penghuni sudut-sudut langit telah bershalawat pada Sang Nabi. Dan kiranya penduduk bumi pun bergabung melantunkan serta memohonkan shalawat bagi Nabi, karena Pemilik Arsy telah berfirman,: “Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya...” (Q.S. al Ahzab/33; 56).

Gegap gempita menggema memenuhi bumi Madinah. Dan bergegas para sahabat menemui Rasulullah. Salah seorang dari mereka, bertanya kepada Rasulullah mewakili yang lainnya, yang telah menanti jawaban Rasulullah dengan penuh harap,: “Duhai Rasulullah, kami telah tahu bagaimana cara mengucap salam kepada Anda. Lalu bagaimana cara kami untuk bershalawat pada Anda?” Lama Rasulullah terdiam. Harap-harap cemas menyelimuti wajah para sahabat, kawatir beliau tiada berkenan dengan pertanyaan yang telah diajukan. Namun setelah itu, Rasulullah mengangkat kepalanya dan mendiktekan kata-kata indah sebagai jawaban penantian para sahabat. Ya, kata-kata indah yang sekarang kita kenal sebagai Shalawat Ibrahimiyyah:

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَألِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَألِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَألِ 
إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Ya Alloh, berilah rahmat beserta pengagungan kepada Nabi Muhammad dan keluarga beliau, sebagaimana kau berikan rahmat beserta pengangungan kepada Nabi Ibrahim dan keluarga beliau. Dan berilah keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarga beliau, sebagaimana kau berikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarga beliau. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha agung...

Di Balik Untaian Kata-kata Indah Shalawat Ibrahimiyyah
Shalawat Ibrahimiyyah datang dengan berbagai versi periwayatan yang telah dicatat rapi oleh para imam ahli hadits di dalam jilid kitab-kitab mereka. Redaksi di atas, diambil dari riwayat Imam al Baihaqi. Sedangkan yang biasa kita baca, merupakan kombinasi berbagai versi riwayat hadits.
Karena setiap hari lidah kita terhias dengan bacaan shalawat ini, kiranya kita juga perlu mengetahui rahasia lembut yang mengalir dari tiap untaian katanya. Dan semoga uraian singkat di bawah ini, dapat menjadi pengobat dahaga keingin tahuan hati:

( اَللّهُمَّ ) : Seorang yang berdoa, disunnahkan untuk memanjatkan permohonannya dengan menyebut nama Alloh atau sifat-sifat yang dimiliki-Nya. Salah satunya dengan lafadz ini. Imam al Hasan al Bashri mengungkapkan bahwa Allohumma adalah tempat berkumpulnya panjatan do’a. Sedangkan Imam Abu Raja’ al ‘Attharidi berpendapat: “Sesungguhnya dalam huruf mim pada lafadz Allohumma, terdapat 99 nama Alloh Ta’ala. Dan senada dengan pendapat di atas, Imam an Nadhr bin Syumail mengatakan,: “Barang siapa mengucap Allohumma, ia telah memohon dengan menyebut seluruh nama-nama Alloh.”

( صَلِّ ) : Permintaan kita kepada Alloh agar mengguyurkan shalawat (rahmat beserta pengagungan) kepada Sang Nabi yang seluruh perhatiannya dicurahkan kepada kita, umat beliau. Tersirat pembelajaran adab dalam permintaan kita ini. Sebab, sebesar apapun upaya kita untuk membalas jasa, dan jerih payah Rasulullah dalam membimbing dan mentarbiyah kita, tak kan bisa mengimbanginya walau seujung kuku hitam pun. Karenanya, kita kembalikan dan mintakan agar Allohlah yang membalas kebaikan hati Sang Nabi. Sebab hanya Alloh lah yang Mahatahu akan apa yang pantas sebagai imbalan Rasulullah.

Dengan memohon Alloh agar memberikan shalawat atas Nabi, berarti pula kita meminta agar Alloh memuliakan Rasululloh di dunia, dengan meninggikan sebutan indah bagi beliau, mengibarkan panji agama Islam, dan mengekalkan syari’at yang telah beliau bawa. Sedangkan kelak di akhirat, agar Alloh mempurnakan balasan bagi beliau dan memberikan hak syafa’at, sebagai pertolongan Rasulullah bagi umat beliau.

( مُحَمَّدٍ ) : Merupakan nama beliau shallallohu ‘alayhi wa sallam yang termasyhur. Nama ini memiliki arti: sosok yang mengalir deras pujian kepadanya, atau sosok yang berhak dipuji terus menerus. Nama agung ini pula yang tercatat dalam lembar-lembar al Qur’an. Sedangkan dahulu dalam Injil, nama Sang Nabi akhir zaman ini disebut sebagai “Ahmad”, sebagaimana yang telah diberitakan oleh Nabiyullah ‘Isa (Q.S. as Shaf/61; 6). Nama inipun diambil dari salah satu nama-nama Alloh, hingga salah seorang penyair Rasulullah, Sayyiduna Hassan bin Tsabit memuji beliau dengan gubahan syairnya:

وَضَمَّ اْلإِلـٰهُ اسْمَ النَّبِيِّ إِلَى اسْمِهِ * إِذَا قَالَ فِي الْخَمْسِ الْمُؤَذِّنُ أَشْهَدُ
وَشَـقَّ لَهُ مِنِ اسْمِـهِ لِـيُجِلَّـهُ * فَذُو الْعَرْشِ مَحْمُوْدُ وَ هٰذَا مُحَمَّدُ
Dan Alloh menggabungkan nama Sang Nabi kepada nama-Nya, ketika adzan sholat lima waktu, muadzin mengumandangkan “Asyhadu...”
Untuk mengagungkannya, Ia pun membelah nama bagi beliau dari nama-Nya, maka Tuhan pemilik Arsy adalah al Mahmud, sedang Sang Nabi bernama Muhammad...


***

Tentang bacaan Sayyidina dalam shalawat shalat, menurut Abina K.H. M. Ihya ‘Ulumiddin dalam Kaifa Tushallii, terdapat 2 pendapat:
a. Ahli hadits berpegang pada hadits: “Shalluu kamaa ra’aitumuu ushallii”, shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat. Dan mereka berpendapat bahwa melaksanakan perintah dengan mencontoh ibadah shalat yang dilakukan oleh Rasulullah shallallohu ‘alayhi wa sallam itu lebih utama daripada melakukan adab. Dalam hal ini tidak disebutkan riwayat bacaan Sayyidinaa.

b. Ulama tashawwuf dan ahli adab, memilih menambah bacaan Sayyidina dalam shalat, karena berangkat dari perasaan hormat yang tinggi terhadap Rasulullah shallallohu ‘alayhi wa sallam. Mereka berpendapat bahwa “suatu saat melaksanakan adab itu lebih utama daripada melaksanakan perintah”. Hal ini diqiyaskan kepada apa yang dilakukan Sayyiduna Abu Bakar ketika beliau menjadi imam menggantikan Rasulullah yang sedang sakit. Pada saat berlangsungnya shalat, Rasulullah datang dan memerintahkan Sayyiduna Abu Bakar untuk tetap menjadi imam. Namun Sayyiduna Abu Bakar mundur tidak melaksanakan perintah, karena rasa hormatnya kepada Rasulullah shallallohu ‘alayhi wa sallam.

Sedangkan hadits yang berbunyi: لاَ تُسَوِّدُوْنِيْ فِي الصَّلاَةِ atau لاَ تُسَيِّدُوْنِيْ فِي الصَّلاَةِ (jangan membaca Sayyid kepadaku di dalam shalat), dikatakan oleh para ahli hadits: laa ashla lahu (tidak ada sumber yang jelas). Bahkan sebagian mengatakan bahwa itu merupakan kedustaan yang dibuat-buat.

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts