Allah Swt. berfirman, yang artinya:
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui".
Lafadz “Jika mereka miskin, Alloh akan memampukan mereka dengan karunia-Nya” mempunyai dua acuan, pertama, mengacu pada mereka yang sudah siap menikah, namun dalam keadaan miskin, dan kedua, mengacu pada anak sholih yang di amanahkan Allah kepada orang tuanya yang berada dalam keadaan miskin. Dalam pembahasan ini akan difokuskan pada acuan yang kedua.
Anak merupakan amanah berharga dari Allah Swt. kepada kedua orang tuanya. Di bawah tanggung jawab orang tua, anak akan tumbuh berkembang sesuai dengan harapan orang tuanya. Tentu saja, harapan para orang tua terhadap anak sangat beragam. Ada yang menginginkan anaknya menjadi orang terpelajar sehingga mempunyai kedudukan terhormat di masyarakat. Ada yang menginginkan anaknya menjadi orang yang kaya sehingga hidupnya serba berkecukupan. Dan masih banyak lagi harapan-harapan orang tua lainnya yang semuanya masih berorientasi pada materi dan kurang memperhatikan masalah kesholihan anak. Sangat sedikit orang tua yang mengutamakan kesholihan anak dan menyerahkan sepenuhnya masalah rezeki anak kepada Allah Ta’ala.
Dari sekian macam harapan orang tua, tentu saja harapan agar anaknya menjadi anak yang sholih merupakan pilihan bijaksana dan berorientasi jauh ke depan. Sebab anak yang sholih tidak hanya berguna bagi diri anak, tetapi sangat bermanfaat bagi kelancaran perjalanan kedua orang tuanya kelak di akhirat menghadap Allah Robbul Izzati. Sekian banyak badits Rasulullah telah menceritakan keutamaan anak sholih. Orang tua akan mendapat kedudukan terhortmat di sisi Allah walaupun ibadahnya pas-pasan lantaran pengaruh anak sholih yang selalu mendoakan kedua orang tuanya siang dan malam. Bahkan, anak sholih merupakan salah satu dari tiga hal yang disebut Rasulullah sebagai hal yang dapat mendatangkan pahala yang tidak ada putus-putusnya walaupun kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Membentuk Anak Sholih
Membentuk anak sholih bisa dilakukan sejak dini, yaitu memilihkan ibu yang baik bagi anaknya. Seorang sahabat berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, aku telah mendidikmu sejak engkau belum dilahirkan.” Anaknya bertanya, “Bagaimana ayah bisa mendidik saya, padahal saya belum dilahirkan?” Ayahnya menjawab, “Ayah telah memilihkan ibu yang baik untukmu.” Dari dialog ayah dan anak di atas dapat disimpulkan bahwa seorang ibu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan seluruh segi kehidupan anak. Mengingat pentingnya peran ibu, Rasulullah bersabda, “Pilihlah wanita yang baik sebagai tempat menyemaikan benihmu.”
Dalam perkembangan anak, ibulah yang paling dekat dengan anaknya, baik secara fisik maupun psikis. Hampir segala urusan yang berkaitan dengan anak selalu ditangani oleh sang ibu. Dari seorang ibulah anak mulai belajar mengenai lingkungan sekitar. Bahkan, dalam urusan pembentukan watak kepribadian, peran sang ibu tetap begitu dominan dibandingkan peran ayah. Karena itu tidak berlebihan jika sampai dikatakan bahwa ibu merupakan madrasah bagi anaknya.
Islam telah memberikan ketentuan-ketentuan yang sangat jelas berkaitan dengan usaha membentuk anak shalih, baik sebelum maupun sesudah anak dilahirkan. Sebelum anak dilahirkan, orang tua dapat melakukan hal-hal berikut ini: berdia sebelum berkumpul dengan istri, berdoa agar diberi keturunan yang sholih, berusaha untuk menghindarkan diri dari perbuatan dosa, melaksanakan hak dan kewajiban sebagai suami istri sehingga tercipta keluarga sakinah yang secara psikoligis berpengaruh terhadap janin yang sedang dikandungnya, dan sebagainya.
Usaha yang dapat dilakukan setelah anak dilahirkan, di antaranya adalah mengumandangkan azan dan iqomah apa kedua telinga anak, membawanya kepada orang sholih untuk ditahnik, mengaqiqohinya, memberinya nama yang baik, mencukur rambutnya lalu dihargai dengan emas dan disedekahkan kepada fakir miskin, mencukupi kebutuhan jasmaninya dengan harta yang halal, dan memberikan pendidikan formal yang mampu membina anak menjadi anak yang sholih. Dalam kaitan pendidikan formal, orang tua hendaknya berhati-hati agar tidak terjebak dengan sekolah yang hanya menawarkan fasilitas pendidikan yang serba canggih tanpa memperhatikan sisi-sisi ruhiyah anak.
Fakir Yang Cukup
Anak sholih merupakan karunia Alloh Ta’ala yang tiada ternilai harganya. Sayangnya, banyak orang tua yang melupakan masalah ini. Hal ini terbukti dengan kurangnya perhatian orang tua dengan tidak memperhatikan upaya membentuk anak sholih seperti tersebut di atas. Dalam benak orang tua, yang penting anak bisa mandiri secara ekonomi. Lantas, anak disekolahkan pada sekolah-sekolah yang menitikberatkan dan keterampilan (baca: sekolah umum murni) tanpa sedikit pun memikirkan aspek sikap (baca: agama). Orang tua beranggapan bahwa jika anak telah mampu secara ekonomi, maka kehidupan orang tua di usia lanjut akan tenang dan tenteram karena dijamin secara ekonomi oleh anaknya. Langkah-langkah dan anggapan seperti itu jelas salah dan dapat berakibat fatal.
Bila kita cermati keadaan di sekeliling kita, tidak jarang anak justru menjadi musuh dan mengganggu ketenangan orang tua di masa tua yang semestinya banyak digunakan untuk lebih mendekatkan diri pada Allah Ta’ala. Harta yang sekian lama dikumpulkan untuk kebahagian anak, semuanya ludes digunakan anak untuk melampiaskan hawa nafsunya. Bahkan, tak jarang orang tua mendapatkan siksaan secara fisik dari anak yang durhaka. Orang tua mana yang rela diperlakukan anak sedemikian tragis dan mengenaskan. Tentu, jawabannya adalah tidak.
Anak sholih tidak mungkin melakukan perbuatan biadab seperti itu terhadap orang tuanya karena dalam diri anak telah tertanam pemahaman yang kuat terhadap ajaran Islam. Jangankan, melakukan penyiksaan secara fisik, berkata “uff” di depan orang tua saja sudah mendapatkan teguran keras. Sebaliknya, anak sholih akan memperlakukan orang tua dengan lemah lembut sebagaimana perintah Allah Swt. dan RasulNya. Ia akan berhati-hati dalam perkataan dan perbuatannya di hadapan orang tua, jangan sampai menyakiti hatinya.
Mengharapkan anak menjadi anak sholih sesungguhnya merupakan harapan yang lebih dari sekedar cukup. Seandainya Allah menakdirkannya menjadi fakir, maka Allah akan mencukupinya (menjadi fakir yang selalu dicukupi Allah) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nur di atas. Masalah rezeki inilah yang selalu menjadi kekhawatiran sebagian besar orang tua. Padahal, Allahlah Dzat yang berwenang memberikan rezeki seluruh makhlukNya. Walhasil, tidak ada alasan sama sekali apabila mengkhawatirkan rezeki anak yang sholih. Allah berfirman,
Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Dan masih banyak janji-janji Allah bagi mereka yang sholih/ bertaqwa. Mudah-mudahan kita dan keturuan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang sholih.